Kebijakan Perdagangan Luar Negeri
KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI
Sebagai Tugas Terstruktur Kelompok
dalam Mata Kuliah Ekonomi Islam (Makro)
Diampu oleh: H. M. Ali Nasrun,
SE, M.Ec
Program Studi Ekonomi Islam
Disusun oleh:
KELOMPOK 2
Yuniar
Dwi Pramaswati B1061151014
Ade Wahyuni B1061151017
Muyesaro B1061151033
Marhamah B1061151036
Desi Aji B1061151037
Ade Wahyuni B1061151017
Muyesaro B1061151033
Marhamah B1061151036
Desi Aji B1061151037
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVESITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2017
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Kebijakan Perdagangan Luar Negeri”. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas dari Dosen
Mata Kuliah Ekonomi Islam (Makro) Bapak H. M. Ali Nasrun, SE, M.Ec
Makalah ini ditulis berdasarkan berbagai sumber
yang berkaitan dengan materi kebijakan
perdagangan internasional berdasarkan prinsip Islam dan Konvensional. Tak lupa penulis
sampaikan terima kasih kepada pengajar mata kuliah Ekonomi Islam (Makro) atas
bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Dan juga kepada rekan - rekan
mahasiswa yang telah memberikan masukan dan pandangan, sehingga dapat
terselesaikannya makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan
mengenai Ekonomi terutama materi mengenai kebijakan perdagangan luar negeri yang
diambil sebuah negara dalam pandangan perspektif Islam dan Konvensional.
Sehingga kita mengetahui apa saja perbedaan teori konvensional dan teori Islam
dalam bidang Ekonomi. Dan penulis berharap
bagi pembaca untuk dapat memberikan pandangan dan wawasan agar makalah ini
menjadi lebih sempurna.
Pontianak, 17 April 2017
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN SAMPUL..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG.......................................................................................... 1
B.
RUMUSAN MASALAH..................................................................................... 1
C.
TUJUAN PENULISAN....................................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI................ 3
B. PERBEDAAN
KEBIJAKAN PEDAGANGAN LUAR NEGERI KONVENSIONAL DAN ISLAM............................................................................................................................... 4
C. MACAM – MACAM PERDAGANGAN LUAR NEGERI............................ 10
D. TEORI PERDAGANGAN LUAR NEGERI.................................................... 14
E. KEGIATAN EKSPOR....................................................................................... 15
F. KEGIATAN IMPOR.......................................................................................... 17
G. KEUNTUNGAN DAN PENYEBAB TIMBULNYA PERDAGANGAN
LUAR NEGERI 19
H. TUJUAN PEDAGANGAN LUAR NEGERI................................................... 20
BAB III. PENUTUP
A. KESIMPULAN................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... iv
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek
penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan
internasional, perekonomian akan saling
terjalin dan tercipta suatu hubungan ekonomi yang saling mempengaruhi suatu
negara dengan negara lain serta lalu lintas barang dan jasa akan membentuk
perdagangan antar bangsa. Perdagangan internasional merupakan kegiatan yang
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara. Terjadinya perekonomian
dalam negeri dan luar negari akan menciptakan suatu hubungan yang saling
mempengaruhi antara satu negara dengan negara lainnya, salah satunya adalah
berupa pertukaran barang dan jasa antar negara.
Perdagangan internasional dapat diartikan sebagai transaksi
dagang antara subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi negara yang
lain. Adapun subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri dari
warga negara biasa, perusahaan swasta dan perusahaan negara maupun pemerintah
yang dapat dilihat dari neraca perdagangan. Secara umum perdagangan
internasional dapat dibedakan menjadi dua yaitu ekspor dan impor. Ekspor adalah
penjualan barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara ke negara lainnya.
Sementara impor adalah arus kebalikan
dari ekspor, yaitu barang dan jasa dari luar suatu negara yang mengalir masuk
ke negara tersebut
B.
RUMUSAN MASALAH
Adapun
rumusan masalah dari makalah ini sebagai berikut :
1. Apa
pengertian kebijakan perdagangan luar negeri ?
2. Apa
yang membedakan kebijakan perdagangan luar negeri konvensional dengan kebijakan
perdagangan luar negeri Islam ?
3. Apa
saja macam – macam perdagangan luar negeri ?
4. Bagaimana
teori perdagangan luar negeri ?
5. Bagaimana
kegiatan ekspor ?
6. Bagaimana
kegiatan impor ?
7. Apa
yang menjadi keuntungan dan penyebab timbulnya perdagangan luar negeri ?
8. Tujuan
apa yang akan dihasilkan dari perdagangan luar negeri ?
C.
TUJUAN PENULISAN
Tujuan
penulisan makalah ini sebagai berikut :
1. Dapat
memahami pengertian kebijakan perdagangan luar negeri.
2. Dapat
menjelaskan perbedaan perdagangan luar negeri konvensional dengan Islam.
3. Dapat
mendeskripsikan macam – macam perdagangan luar negeri.
4. Dapat
menjelaskan teori perdagangan luar negeri.
5. Dapat
memahami kegiatan ekspor yang dilakukan sebuah negara.
6. Dapat
memahami kegiatan impor yang dilakukan sebuah negara.
7. Dapat
menjelaskan keuntungan dan penyebab timbulnya perdagangan luar negeri.
8. Dapat
mendeskripsikan tujuan perdagangan luar negeri.
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI (INTERNASIONAL)
Perdagangan
internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara
dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama, penduduk yang
dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara
individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan
pemerintah negara lain.[1]
Kebijakan
perdagangan internasional adalah kebijakan yang mencakup tindakan pemerintah
terhadap rekening yang sedang berjalan (current account) daripada neraca
pembayaran internasional, khususnya tentang ekspor dan impor barang. Kebijakan
Perdagangan Internasional bisa disebut juga sebagai kebijakan yang dilakukan
suatu negara yang berupa tindakan ataupun peraturan yang mempengaruhi baik
langsung ataupun tidak langsung terhadap struktur, komposisi dan arah
perdagangan internasional dari ke negara tersebut serta rangkaian tindakan yang
akan diambil untuk mengatasi kesulitan atau masalah hubungan perdagangan
internasional guna melindungi kepentingan nasional.
Kebijakan
perdagangan internasional timbul karena meluasnya jaringan-jaringan hubungan
ekonomi antarnegara. Jadi, kebijakan perdagangan internasional adalah segala
tindakan pemerintah/negara, baik langsung maupun tidak langsung untuk memengaruhi
komposisi, arah, serta bentuk perdagangan luar negeri atau kegiatan
perdagangan. Adapun kebijakan yang dimaksud dapat berupa tarif, dumping, kuota,
larangan impor, dan berbagai kebijakan lainnya.
Setiap negara
mempunyai kebijakan - kebijakan tersendiri untuk melindungi perekonomian dalam
negeri mereka dari dampak negatif persaingan yang ditimbulkan dalam perdagangan
internasional. Perdagangan internasional memungkinkan masuknya barang - barang
dan jasa dari luar negeri ke dalam negeri.
Jika barang
dan jasa dari luar negeri lebih banyak dan lebih diminati oleh masyarakat
dibandingkan produk dalam negeri, maka hal itu akan berdampak buruk bagi
perekonomian dalam negeri. Oleh karena itu, pemerintah perlu membuat suatu
kebijakan perdagangan internasional.
B.
PERBEDAAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI
KONVENSIONAL DAN ISLAM
Dalam
permasalahan perdagangan, baik perdagangan domestik maupun internasional, Islam
menjadikan pedagang sebagai asas yang akan dijadikan titik perhatian dalam
kajian maupun hukum-hukum perdagangannya. Status hukum komoditi yang
diperdagangkan akan mengikuti status hukum pedagangnya. Hukum dagang/jual-beli
adalah hukum terhadap kepemilikan harta, bukan hukum terhadap harta yang
dimilikinya. Dengan kata lain, hukum dagang/jual-beli adalah hukum untuk
penjual dan pembeli, bukan untuk harta yang dijual atau yang dibeli. Allah Swt.
berfirman: Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba (QS
al-Baqarah [2]: 275). Maknanya adalah, Allah telah menghalalkan jual-beli untuk
manusia dan melarang adanya riba dalam setiap transaksi. Rasulullah saw. juga
bersabda: Dua orang orang yang berjual-beli boleh memilih (akan meneruskan
jual-beli mereka atau tidak) selama keduanya belum berpisah (dari tempat aqad).
(HR al-Bukhari dan Muslim).
Dalam perdagangan
internasional, Islam telah memberikan ketentuan terhadap penetapan tarif, baik
untuk ekspor maupun impor, yang biasa dikenal dengan bea cukai. Menurut hukum
Islam, bea cukai haram diambil untuk pedagang warga negara terhadap komoditi
apapun. Adapun pedagang warga negara asing diperlakukan sesuai dengan yang
telah dikenakan terhadap pedagang warga Negara Islam ketika memasuki negara
asing tersebut. Jika pedagang warga Negara Islam memasukkan barang dagangan
dikenakan tarif bea masuk sebesar 10% (misalnya), maka bagi pedagang asing yang
masuk ke negara Islam juga dikenakan 10%. Tarif bea masuk 10% diberlakukan
sebagai balasan terhadap apa yang telah diperlakukan terhadap pedagang warga
Negara Islam di negara asing tersebut.
Perbandingan
konsep perdagangan luar negeri dilakukan dengan menganalisis persamaan dan
perbedaannya. Persamaan konsep perdangan luar negeri antara sistem ekonomi
Islam dan sistem ekonomi kapitalisme adalah pada karakter ideologi keduanya
yang sama-sama bersifat menyeluruh, global mendunia. Adapun perbedaannya yaitu
kemasan dengan istilah perdagangan luar negeri, kapitalisme mengemas dengan
istilah pasar bebas, dimana pasar bebas kapitalisme itu sesungguhnya merupakan
bagian dari politik luar negeri negara yang menganut ideologi tersebut sebagai
bentuk metode menyebarkan ideologinya yaitu berupa penjajahan gaya baru.
Sementara perdagangan luar negeri negara Islam berbeda dengan perdagangan bebas
dalam seluruh aspeknya, apakah itu dalam aspek peran dan posisi negara, asas
terjadinya perdagangan, komoditi yang diperdagangkan, bea cukai, termasuk
status pedagangnya. Dalam aspek - aspek itulah perbandingan konsep perdagangan
luar negeri ini dijelaskan berikut:
1.
Posisi dan Peran Negara
Islam
memandang perdagangan luar negeri sebagai aktifitas jual beli, sehingga akan
memberi sanksi terhadap yang melanggarnya, sebagaimana aktifitas-aktifitas
muamalah lainnya, seperti ijarah, pernikahan dan sebagainya. Dalam pandangan
Islam, negara di dunia ini terbagi menjadi dua bagian, daarul Islam dan daarul
harby. Menurut Islam, posisi negara dalam perdagangan luar negeri sangat
urgen, yaitu menjalankan fungsi supervisi secara umum.
Sementara
menurut sistem ekonomi pasar bebas, peran Negara diletakkan dalam peran
pelengkap saja, mengingat doktrin yang diungkapkan oleh Smith di Eropa pada
abad 18 (lihat Adam Smith, The Wealth of
Nations, 1776) laizess faire yang
artinya meminimalisasi peran Negara. Doktrin ini muncul dan tenggelam oleh
Teori Keynes yang menganjurkan campur tangan pemerintah setelah depresi besar
sebelum Perang Dunia II tahun 1930-an. Namun, perlu disadari, bahwa perdagangan
bebas yang dipelopori oleh AS sejak akhir abad 20 melalui berbagai pertemuan
ekonomi seperti APEC dan rencana penerapannya secara total dari berbagai negara
di dunia yang diawali pada rentang tahun 2010-2020 adalah strategi AS untuk
mengawasi perekonomian dunia dengan cara memberi kekuasaan penuh kepada WTO
untuk mengatur perdagangan dunia dan meminimalkan peranan masing-masing Negara.
2.
Asas Terjadinya Perdagangan
Menurut
Islam, aktivitas perdagangan itu terjadi antar dua pedagang tertentu terhadap
komoditi tertentu, bukan hanya komoditi yang diperdagangkan, tanpa memandang
dari pedagang yang memiliki komoditi tersebut. Berdasarkan realitas aktivitas
perdagangan ini, maka asas dalam perdagangan adalah pedagang bukan komoditi. Sebab
aktivitas perdagangan itu tidak akan terjadi kecuali dengan adanya dua
perdagang, baik komoditinya ada ditempat atau tidak, sudah diproduksi atau
belum, sudah tersedia atau masih diusahakan. Berdasarkan realitas ini, maka
perdagangan itu dilakukan oleh dua pihak, sebagai penjual maupun sebagai
pembeli. Penjual dan pembeli merupakan asas dalam mengkaji perdagangan dan
bukan komoditi yang dimiliki penjual yang hendak dimilliki pembeli.
Adapun
menurut para penganut sistem kapitalis, mereka menjadikan komoditi sebagai asas
dalam mengkaji perdagangan luar negeri. Oleh karena itu, mereka melakukan
kajian perdagangan berdasarkan pada asal komoditi, bukan pada pemilik komoditi.
Hubungan perdagangan antar negara dibangun berdasarkan asal komoditi, yakni
menjadikan komoditi sebagai asas perdagangan untuk perdagangan luar negeri.
3.
Komoditi Yang Diperdagangkan
Komoditi
dalam perdagangan merupakan unsur utama, karena memang dalam perdagangan
komoditilah yang menjadi obyek pelaku para pedagang, sekalipun dalam pandangan
Islam bukan sebagai asas perdagangan. Dalam pandangan Islam, hukum asal
komoditi mengikuti hukum pedagangnya, artinya: negara percaya terhadap warga
negaranya yang melakukan perdagangan.
Dari sisi kepemilikan barang, maka komoditi yang diperdagangkan adalah
komoditi yang masuk dalam kategori kepemilikan individu, bukan komoditi milik
umum, juga bukan milik negara. Karena
barang kepemilikan umum dan kepemilikan negara dikelola oleh negara untuk
kesejahteraan warga negara. Disamping itu ada beberapa komoditi yang dilarang
diperdagangkan berdasarkan nash-nash syara’, seperti minuman keras (khamer), ganja, opium dan sebagainya.
Dalam pandangan Islam, barang-barang tesebut dan yang sejenisnya, tidak
dianggap sebagai komoditi ekonomi.
Sementara
menurut pandangan kapitalisme, karena komoditi menjadi asas dalam perdagangan
maka komoditi apapun bisa diperdagangkan. Tidak peduli milik umum maupun milik
negara asalkan mendatangkan untung yang besar maka bebas diperjual belikan.
4.
Bea Cukai
Bea cukai (excise tax) tidak diambil dari warga
negara Islam atas komoditi impor atau ekspor. Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir,
bahwa dia telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan masuk surga, orang yang memungut bea cukai (excise tak ).” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Hakim dari Ukhbah
bin Amir). Dari Abil Khair, dia
berkata: aku mendengar Ruwaifi’ bin Tsabit bahwa dia mendengar Rasulullah SAW
bersabda: “Sesungguhnya orang-orang yang
memungut bea cukai (excise tak) itu berada dalam neraka”. Dia (Ruwaifi bin Tsabit) berkata: “yakni
Al-‘Asyir”. (HR. Ahmad dari Ruwaifi’ bin Tsabit al-Anshari).
Sedangkan
terhadap selain warga daulah Islam, yakni pedagang-pedagan asing maka dikenakan
atas mereka sebagaimana mereka mengenakan atas pedagang-pedagang kita, baik
mereka orang-orang muslim, atau non muslim. Hanya saja, memungut bea cukai dari
orang asing itu hukumnya mubah, tidak wajib. Negara boleh membebaskan mereka
dari berbagai pungutan (pajak), atau dari pajak atas komoditi tertentu. Itu
semua dilakukan menurut ada tidaknya kemaslahatan bagi kaum muslimin. Mengingat
memungut bea cukai dari orang asing itu hukumnya mubah, bukan wajib.
Sementara
dalam pandangan pasar bebas kapitalisme, bea cukai mulai dibebaskan sejak
munculnya organisasi-organisasi perdagangan dunia seperti WTO, GATT, OPEC, APEC
dan lain-lain untuk negara-negara anggotanya.
5.
Status Pedagang
Dalam
pandangan Islam, status pedagang menjadi penentu dari status komoditi yang
diperdagangkan. Sehingga dalam perdagangan luar negeri diterapkan hukum
kewarganegaraan pedagangnya. Pedagang dianggap sebagai rakyat suatu negara
berdasarkan kewarganegaraannya, tidak berdasarkan agama. Maka ada pedagang
berkewarganegaraan Islam dan ada pedagang asing, yaitu setiap pedagang yang
tidak memiliki kewarganegaraan negara Islam, baik muslim maupun non muslim.
Pedagang
yang termasuk warga negara, mereka berhak melakukan aktivitas perdagangan di
luar negeri, sama seperti hak mereka untuk melakukan perdagangan di dalam
negeri. Mereka berhak mengimpor komoditi yang diinginkannya dari negara mana
pun yang mereka mau dan mereka berhak mengekspor komoditi apapun yang mereka
mau ke negara mana pun yang mereka suka, tanpa ada sedikit pun ikatan atau
persyaratan. Sebab firman Allah SWT. “Dan
Allah telah menghalalkan jual beli”. (QS. al-Baqarah: 275).
Adapun
menurut kapitalisme, standar pedagang yang dibolehkan berdagang di luar negeri
melakukan ekspor-impor adalah materi yang menjadi modal mereka maupun
komoditinya. Semakin banyak modal pedagang tersebut maka kesempatan berdagang
di luar negeri semakin besar karena bisa mendapatkan pasar luar negeri maupun
bahan baku dari luar negeri.
Demikian
tadi perbedaan konsep perdagangan luar negeri antara sistem ekonomi Islam
dengan sistem ekonomi kapitalisme. Memang Perdagangan luar negeri sistem
ekonomi Islam seakan sama dengan perdagangan luar negeri sistem ekonomi
Kapitalisme. Sebenarnya ia tidak sama dengan perdagangan bebas. Sebab
perdagangan bebas mengharuskan aktivitas perdagangan antar negara terjadi tanpa
adanya ikatan (syarat) apa pun, tanpa menentukan tarif bea cukai dan tanpa ada
penghalang bagi impor komoditi, artinya meniadakan sama sekali pengawasan
negara terhadap perdagangan luar negeri (foreign
trading). Sedang sistem perdagangan dalam Islam berbeda dengan sistem
perdagangan bebas, sebab negara membuat ikatan-ikatan atau syarat-syarat atas
perdagangan yang dilakukan dengan negara-negara lain sesuai dengan kemaslahatan
yang diperoleh oleh kaum muslimin. Mengingat kebolehan perdagangan luar negeri
itu hanyalah untuk warga negara, tidak untuk yang lain.
Legalitas
perdagangan luar negeri kepada warga negara dengan tanpa adanya ikatan dan
syarat, tidak dianggap sebagai perdagangan bebas, sebab negara melarang
mengekspor dan mengimpor beberapa komoditi. Misalnya negara melarang mengekspor
komoditi-komoditi yang jika di ekspor akan menyebabkan bahaya, seperti
komoditi-komoditi strategis. Negara melarang mengimpor komoditi-komoditi yang
menyebabkan musuh bertambah kuat. Negara juga melarang ekspor dan impor dengan
negara yang secara de facto sedang
berlangsung peperangan, apabila hal itu akan menambah kekuatan musuh,
menolongnya, atau melepaskanya dari kesulitan. Disamping itu ada beberapa
komoditi yang dilarang diperdagangkan berdasarkan nash-nash syara’, seperti
minuman keras (khamer), ganja, opium
dan sebagainya. Dalam pandangan Islam, barang-barang tesebut dan yang
sejenisnya, tidak dianggap sebagai komoditi ekonomi. Dengan demikian, sistem
perdagangan dalam Islam bukan perdagangan bebas.
C.
MACAM – MACAM PERDAGANGAN LUAR NEGERI
Adapun macam
- macam kebijakan perdagangan internasional yaitu kebijakan perdagangan bebas
dan kebijakan perdagangan proteksionis.
A. Kebijakan
Perdagangan Bebas.
Kebijakan
perdagangan bebas adalah kebijakan perdagangan yang menginginkan adanya
kebebesan dalam perdagangan, sehingga tidak ada rintangan yang menghalangi arus
produk dari dan ke luar negeri. Kebijakan perdagangan ini berkembang seiring
dengan adanya arus globalisasi di mana antara negara satu dengan negara lain
dalam kehidupannya lebih transparan tidak terbatasi oleh batas-batas teritorial
tiap-tiap negara. Karena perdagangan bebas ini tidak ada rintangan maka harga
produk ditentukan oleh kekuatan pasar (permintaan dan penawaran) sesuai dengan
hukum ekonomi. Manfaat dari perdagangan bebas menurut teori klasik adalah
sebagai berikut:
a)
Dapat mendorong persaingan antarpengusaha, sehingga
nantinya akan tercipta kualitas produk dengan dasar teknologi tinggi.
b)
Mendorong terjadinya efisiensi biaya (cost) sehingga
mampu menghasilkan produk dengan harga yang mampu bersaing.
c)
Meningkatkan mobilitas modal, tenaga ahli dan
investasi (faktor produksi) ke berbagai negara sehingga dapat mempercepat
pertumbuhan eknomi.
d)
Meningkatkan perolehan laba sehingga memungkinkan para
pengusaha berinvestasi lebih luas.
e)
Konsumen dapat lebih bebas dalam menentukan variasi dan
pilihan produk yang diinginkan.
Saat ini
perdagangan bebas belum berlaku secara menyeluruh dan masih terbatas pada
kawasan-kawasan tertentu saja karena masih adanya keterbatasan pada
permasalahan kebijakan tarif, kuota, diskriminasi harga dan lain-lain, sehingga
hanya berlaku bagi negara yang masih termasuk dalam kawasan tersebut. Contoh
organisasi perdagangan bebas diantaranya adalah NAFTA (organisasi perdagangan
bebas untuk negara di kawasan Amerika Utara), AFTA (organisasi perdagangan
bebas untuk negara-negara di kawasan Asia Tenggara) dan EETA (Organisasi
perdagangan bebas untuk negara-negara anggota masyarakat Uni Eropa).
B.
Kebijakan Perdagangan Proteksionis
Kebijakan
perdagangan proteksionis adalah kebijakan perdagangan yang melindungi
produk-produk dalam negeri agar mampu bersaing dengan produk asing yang
dilakukan dengan cara membuat berbagai rintangan/hambatan arus produksi dari
dan ke luar negeri. Alasan negara menganut kebijakan perdagangan proteksionis
antara lain:
a)
Dari adanya perdagangan bebas, yang diuntungkan adalah
negara-negara maju saja, karena merek memiliki modal dan teknologi yang maju.
Selain itu harga jual produk dari negara-negara maju dinilai terlalu tinggi
dibanding dengan harga bahan baku yang dihasilkan oleh negara-negara berkembang.
b)
Untuk melindungi industri dalam negeri yang baru
tumbuh.
c)
Untuk membuka lapangan kerja. Dengan adanya proteksi
maka industri dalam negeri dapat tetap hidup dengan demikian akan mampu membuka
lapangan kerja bagi masyarakat.
d)
Untuk menyehatkan neraca pembayaran. Upaya kebijakan
proteksi melalui peningkatan ekspor produksi dalam negeri akan mampu mengurangi
defisit neraca pembayaran.
e)
Untuk meningkatkan penerimaan negara. Dengan cara
mengenakan tarif tertentu pada produk impor dan ekspor sehingga negara dapat
meningkatkan penerimaan.
Adapun
macam-macam kebijakan perdagangan proteksionis antara lain:
1.
Kouta Impor
Kebijakan yang menetapkan batas jumlah barang yang
boleh diimpor dengan tujuan untuk melindungi produsen dan produk dalam negeri.
2.
Kouta ekspor
Kebijakan dengan menetapkan batas jumlah barang yang
diekspor dengan tujuan untuk menjamin persediaan barang tersebut guna memenuhi
kebutuhan dalam negeri.
3.
Subsidi
Kebijakan dengan cara memberikan tunjangan kepada
perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang untuk keperluan ekspor, sehingga
harga barang tersebut bisa bersaing dengan barang luar negeri. Kebijakan
subsidi biasanya diberikan untuk menurunkan biaya produksi barang domestik,
sehingga diharapkan harga jual produk dapat lebih murah dan bersaing di pasar
internasional. Tujuan dari subsidi ekspor adalah untuk mendorong jumlah ekspor,
karena eksportir dapat menawarkan harga yang lebih rendah. Harga jual dapat
diturunkan sebesar subsidi tadi. Namun tindakan ini dianggap sebagai persaingan
yang tidak jujur dan dapat menjurus kea rah perang subsidi.
4.
Tarif Impor
Kebijakan dengan mengenakan tarif/bea impor yang
tinggi terhadap barang yang datang dari luar negeri sehingga harga barang impor
akan menjadi lebih mahal.
5.
Tarif ekspor.
Kebijakan dengan mengenakan tarif atau bea terhadap
barang yang diekspor dengan nilai yang lebih rendah dengan tujuan untuk
merangsang kegiatan ekspor.
6.
Premi
Kebijakan berupa pemberian hadiah atau penghargaan
kepada perusahaan yang mampu memproduksi barang dengan kuantitas dan kualitas
yang tinggi. Pemberian premi ini diharapkan dapat menghasilkan produk-produk
yang berkualitas tinggi.
7.
Diskriminasi harga
Kebijakan melalui penetapan harga produk secara
berlainan dengan negara tertentu, yang dilakukan dalam rangka perang tarif agar
negara tertentu yang dijadikan target mau menurunkan harga.
8.
Larangan ekspor
Kebijakan larangan ekspor untuk mengekspor jenis
barang-barang tertentu dilakukan dengan pertimbangan ekonomi, politik, sosial
dan budaya dalam negeri.
9.
Larangan Impor
Kebijakan melarang impor untuk barang-barang tertentu
dilakukan dengan alasan untuk melindungi produk - produk dalam negeri atau
dengan alasan untuk menghemat devisa. Dampak pelaksanaan kebijakan larangan
impor:
a)
Melindungi perusahan dalam negeri dari kebangkrutan
b)
Menghindari/mengurai defisit neraca pembayaran
10. Dumping
Dumping merupakan kebijakan menjual barang ke luar
negeri dengan harga lebih murah dibandingkan dengan harga penjualan didalam
negeri. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk memperluas dan menguasai pasar.
Dumping ini bisa dilakukan jika terdapat aturan/hambatan yang jelas dan tegas
sehingga konsumen di dalam negeri tidak mampu membeli barang yang didumping
dari luar negeri.
D. TEORI
PERDAGANGAN LUAR NEGERI[2]
1.
Merkantilisme
Terjadi sekitar abad ke 16 – abad 18 di Inggris,
Perancis, Belanda, Spanyol. Negara harus melakukan ekspor sebesar – besarnya
dan membatasi impor. Pendapat lain mengatakan bahwa ekspor yang lebih besar
daripada impor selisihnya merupakan pemasukan logam mulia terutama emas.
Semakin banyak emas yang dimiliki suatu negara maka semakin jaya negara
tersebut.
2.
Teori Keunggulan Absolut ( Adam Smith)
Mengajukan perdagangan bebas bagi semua negara di
dunia. Dengan demikian setiap negara dapat berspesialisasi dalam produksi
komoditi yang memiliki keunggulan absolut, yaitu dapat memproduksi lebih
efisien daripada negara – negara lain untuk di ekspor. Kemudian negara tersebut
mengimpor barang yang kurang efisien diproduksi di negaranya daripada di negara
lain. Adam smith menyarankan sistem perdagangan bebas.
3.
Teori Keunggulan Komparatif (David ricardo)
Meskipun suatu negara mengalami kerugian atau ketidakunggulan
absolut dalam memproduksi kedua komoditi jika dibandingkan negara lain, tetapi
masih bisa memproduksi dan mengekspor komoditi yang mempunyai kerugian absolut
lebih kecil dan mengimpor komoditi yang mempunyai kerugian absolut lebih besar.
E.
KEGIATAN EKSPOR[3]
Ekspor adalah kegiatan menjual
barang atau jasa ke luar negeri. Orang atau pihak yangmelakukan kegiatan ekspor
disebut eksportir. Kegiatan ekspor yang meningkat akan memberikan keuntungan
bagi negara, yaitu negara memperoleh peningkatan pendapatan yaitu dari pajak
barang yang dikespor. Selain itu ada pula pihak-pihak dalam negeri yang juga
mendapat keuntungan, seperti perusahaan transportasi, perusahaan asuransi,
perusahaan penghasil barang yang diekspor. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia
terus menggiatkan usaha-usaha yang dapat mendorong kegiatan ekspor.
Ekspor suatu
negara harus lebih besar daripada impor agar tidak terjadi defisit dalam neraca
pembayaran. Oleh sebab itu pemerintah selalu berusaha mendorong ekspor melalui
kebijakan ekspor dengan cara berikut :
1.
Diversifikasi Ekspor/Menambah Keragaman Barang Ekspor
Diversifikasi
ekspor merupakan penganekaragaman barang ekspor dengan memperbanyak macam dan
jenis barang yang diekspor. Misalnya Indonesia awalnya hanya mengekspor tektil
dan karet, kemudian menambah komoditas ekspor seperti kayu lapis, gas LNG,
rumput laut dan sebagainya. Diversifikasi ekspor dengan menambah macam barang
yang diekspor ini dinamakan diversifikasi horizontal. Sedangkan divesisifikasi
ekspor dengan menambah variasi barang yang diekspor seperti karet diolah dahulu
menjadi berbagai macam ban mobil dan motor atau kapas diolah dulu menjadi kain
lalu diproses menjadi pakaian. Diversifikasi yang demikian ini disebut
diversifikasi vertikal.
2.
Subsidi Ekspor
Subsidi ekspor diberikan dengan cara memberikan
subsidi/bantuan kepada eksportir dalam bentuk keringanan pajak, tarif angkutan
yang murah, kemudahan dalam mengurus ekspor, dan kemudahan dalam memperoleh
kredit dengan bunga yang rendah.
3.
Premi Ekspor
Untuk lebih menggiatkan dan mendorong para produsen
dan eksportir, pemerintah dapat memberikan premi atau insentif, misalnya
penghargaan atas kualitas barang yang diekspor. Pemberian bantuan keuangan dari
pemerintah kepada pengusaha kecil dan menengah yang orientasi usahanya ekspor.
4.
Devaluasi
Devaluasi merupakan kebijakan pemerintah untuk
menurunkan nilai mata uang dalam negeri (rupiah) terhadap mata uang asing.
Dengan kebijakan devaluasi akan mengakibatkan harga barang ekspor di luar
negeri lebih murah bila diukur dengan mata uang asing (dollar), sehingga dapat
meningkatkan ekspor dan bisa bersaing di pasar internasional.
5.
Meningkatkan Promosi Dagang ke Luar Negeri
Pemasaran suatu produk dapat ditingkatkan dengan
mempromosikan produk yang akan dijual. Untuk meningkatkan ekposr ke luar negeri
maka pemerintah dapat berusaha dengan melakukan promosi dagang ke luar negeri,
misalnya dengan dengan mengadakan pameran dagang di luar negeri agar produk
dalam negeri lebih dapat dikenal.
6.
Menjaga Kestabilan Nilai Kurs Rupiah terhadap Mata
Uang Asing
Kestabilan nilai kurs rupiah terhadap mata uang asing
sangat dibutuhkan oleh para importir dan pengusaha yang menggunakan peroduk
luar negeri untuk kelangsungan usaha dan kepastian usahanya. Bila nilai kurs
mata uang asing terlalu tinggi membuat para pengusaha yang bahan baku
produksinya dari luar negeri akan mengalami kesulitan karena harus menyediakan
dana yang lebih besar untuk membiayai pembelian barang dari luar negeri.
Akibatnya harga barang yang diproduksi oleh pengusaha tersebut menjadi mahal.
Hal ini dapat menurunkan omzet penjualan dan menurunkan laba usaha, yang
akhirnya akan mengganggu kelangsungan hidup usahanya.
7.
Mengadakan Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Internasional
Melakukan perjanjian kerja sama ekonomi baik
bilateral, regional maupun multilateral akan dapat membuka dan memperluas pasar
bagi produk dalam negeri di luar negeri. serta dapat menghasilkan kontrak
pembelian produk dalam negeri oleh negara lain. Misalnya perjanjian kontrak
pembelin LNG (Liquid Natural Gas) Indonesia yang dilakukan oleh Jepang dan
Korea Selatan
F.
KEGIATAN IMPOR[4]
Dalam perdagangan internasional
terdapat dua kegiatan pokok, yaitu kegiatan impor dan kegiatan ekspor. Impor
adalah kegiatan membeli barang atau jasa dari luar negeri. Orang atau pihak
yang mengimpor barang atau jasa tersebut disebut importir. Kegiatan impor terjadi
karena faktor-faktor berikut:
1.
Negara pengimpor kekurangan pasokan beberapa barang
tertentu, misalnya karena produksi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan
masyarakatnya. Contoh Indonesia mengimpor beras dari Thailand karena produksi
beras dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan.
2.
Teknologi yang modern. Misalnya suatu negara belum
mampu memproduksi barang elektronik dengan kualitas yang baik, maka negara itu
perlu mengimpor barang elektronik dari negara yang teknologinya lebih maju.
Negara maju yang lebih menguasai teknologi dapat menghasilkan barang-barang
yang berkualitas bagus sehingga produk-produk itu dapat laku di pasaran.
3.
Harga yang lebih murah. Pada era globalisasi seperti saat
ini harga barang sangat kompetitif. Konsumen yang jeli tentu lebih menginginkan
produk dengan harga yang lebih murah bila kualitas barang akan dibeli sama. Hal
inilah yang menyebabkan orang atau pihak dalam negeri mengimpor barang dari
luar negeri.
4.
Permintaan pasar atau selera konsumen yang
berbeda-beda juga merupakan penyebab importir mendatangkan barang dari luar
negeri.
Agar tidak
merugikan produk dalam negeri diperlukan adanya kebijakan impor untuk
melindungi produk dalam negeri (proteksi) dengan cara berikut.
1. Pengenaan
Bea Masuk
Barang impor
yang masuk ke dalam negeri dikenakan bea masuk yang tinggi sehingga harga jual
barang impor menjadi mahal. Hal ini dapat mengurangi hasrat masyarakat membeli
barang impor dan produk dalam negeri dapat bersaing dengan produk impor.
2. Kuota Impor
Kuota impor
merupakan suatu kebijakan untuk membatasi jumlah barang impor yang masuk ke
dalam negeri. Dengan dibatasinya jumlah produk impor mengakibatkan harga barang
impor tetap mahal dan produk dalam negeri dapat bersaing dan laku di pasaran.
3. Pengendalian
Devisa
Dalam
pengendalian devisa, jumlah devisa yang disediakan untuk membayar barang impor
dijatah dan dibatasi sehingga importir mau tidak mau juga membatasi jumlah
barang impor yang akan dibeli.
4. Substitusi Impor
Kebijakan
mengadakan substitusi impor ditujukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap
luar negeri dengan mendorong produsen dalam negeri agar dapat membuat sendiri
barang-barang yang diimpor dari luar negeri.
5. Devaluasi
Kebijakan
berupa devaluasi merupakan kebijakan pemerintah untuk menurunkan nilai mata
uang dalam negeri terhadap mata uang asing. Misalnya: 1US$ = Rp8.000,00 menjadi
1USS$ = Rp 10.000,00. Dengan devaluasi dapat menyebabkan harga barang impor
menjadi lebih mahal, dihitung dengan mata uang dalam negeri, sehingga akan
mengurangi pembelian barang impor.
G.
KEUNTUNGAN DAN
PENYEBAB TIMBULNYA PERDAGANGAN LUAR NEGERI [5]
Keuntungan yang dapat diperoleh dari perdagangan luar
negeri adalah :
1.
Tidak semua negara mempunyai alat – alat produksi dan
kondisi – kondisi ekonomi yang sama, baik kuantitas maupun kualitas sehingga
hal tersebut menyebabkan biaya produksi yang tidak sama antara negara satu
dengan negara lainnya. Oleh karena itu, bagi satu negara lebih menguntungkan
impor daripada perdagangan di dalam negeri.
2.
Adanya faktor scarity atau faktor produksi yang
dimiliki masing – masing negara yang memiliki faktor – faktor produksi yang
berlebihan bisa memproduksi dengan biaya yang rendah kemudian mengekspor ke
luar negeri.
Kondisi –
kondisi penyebab timbulnya perdagangan internasional adalah :
1.
Perbedaan faktor – faktor pemberian alam.
2.
Perbedaan faktor – faktor produksi yang dimiliki
masing – masing negara.
3.
Perbedaan citarasa dari konsumen masing – masing
negara.
4.
Perbedaan penguasaan teknologi.
5.
Perbedaan harga faktor produksi.
H.
TUJUAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI
Tujuan
perdagagangan internasional dalam Islam adalah supaya tercipta kemaslahatan
diantara umat manusia dan menjadi salah satu bentuk tolong menolong. Supaya
tercapai kemaslahatan tersebut bagi umat manusia, Dr. Jaribah bin Ahmad Al
Haritsi pengarang buku Fikih ekonomi Umar bin Khattab mengatakan bahwa
agar hubungan ekonomi Internasional dapat merelisasikan kemanfaatan sebesar
mungkin bagi kaum muslimin dan menjauhkan mereka dari mudharat yang akan
terjadi, maka hubungan tersebut harus memenuhi kaidah sebagai berikut :
1.
Kehalalan barang dan jasa di tempat perdagangan.
2.
Jika hubungan ekonomi internasional dapat
merealisasikan kemaslahatan bagi kaum muslimin.
3.
Jika wilayah Islam sebagai prioritas.
4.
Pengaturan masuk dan menetapkan non muslim di bumi
Islam.
5.
Perjanjian perdagangan.
6.
Negara Islam memiliki otoritas dalam pengaturan dan
pengawasan hubungan ekonomi luar negeri.
7. Urusan kegiatan ekonomi harus dipimpin seorang muslim
jika terdapat non muslim yang andil didalamnya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perdagangan
internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara
dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama, penduduk yang
dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara
individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan
pemerintah negara lain.
Perdagangan
luar negeri sistem ekonomi Islam seakan sama dengan perdagangan luar negeri
sistem ekonomi Kapitalisme. Sebenarnya ia tidak sama dengan perdagangan bebas.
Sebab perdagangan bebas mengharuskan aktivitas perdagangan antar negara terjadi
tanpa adanya ikatan (syarat) apa pun, tanpa menentukan tarif bea cukai dan
tanpa ada penghalang bagi impor komoditi, artinya meniadakan sama sekali
pengawasan negara terhadap perdagangan luar negeri (foreign trading). Sedang sistem perdagangan dalam Islam berbeda
dengan sistem perdagangan bebas, sebab negara membuat ikatan-ikatan atau
syarat-syarat atas perdagangan yang dilakukan dengan negara-negara lain sesuai
dengan kemaslahatan yang diperoleh oleh kaum muslimin. Mengingat kebolehan
perdagangan luar negeri itu hanyalah untuk warga negara, tidak untuk yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Sasono, Herman Budi, Manajemen Ekspor dan Perdagangan
Internasional, (Yogyakarta : CV. Andi Offset, 2013)
Tandjung, Marolop, Aspek dan Prosedur Ekspor – Impor
(Jakarta : Salemba Empat, 2011)
Amir, M.S , Seluk Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri
(Jakarta : PPM, 2000)
Terima kasih kak sangat membantu
BalasHapusTerima kasih kak sangat membantu
BalasHapussangat membantu kak
BalasHapussangat membantu kak
BalasHapus